Presiden Joko Widodo dan menteri-menteri yang tergabung dalam tim kampanye pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka dinilai kian masif menggunakan program bantuan sosial sebagai alat kampanye pendongkrak suara. Meski telah memberi imbauan agar kepala negara tidak keluar jalur, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) diharapkan bersikap lebih tegas.
Pada Rabu sore, 25 Oktober 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan pentingnya mengantisipasi tiga hal yang dapat mengusik perekonomian domestik: ketidakpastian ekonomi global, perlambatan ekonomi China, dan dampak fenomena El Nino.
Karena itu, pemerintah mengimpor beras untuk menjaga stok dan memberikan bantuan sosial atau bansos untuk meningkatkan daya beli masyarakat menengah ke bawah.
Tadinya, pemerintah hanya berencana menyalurkan bantuan beras 10 kilogram untuk setiap 21,3 juta keluarga pada periode Maret-Mei dan September-November 2023.
Namun, karena El Nino berlarut-larut, pemerintah memperpanjang periode penyaluran beras tahap dua hingga Desember dengan tambahan anggaran Rp2,67 triliun.
Selain itu, pemerintah menyisihkan Rp7,52 triliun untuk bantuan langsung tunai atau BLT bagi 18,8 juta keluarga, yang akan didistribusikan pada November-Desember. Setiap keluarga bakal menerima Rp400.000 per dua bulan.
“APBN perlu memberikan perlindungan dengan penebalan bansos,” kata Sri Mulyani.
Jika ditotal, alokasi anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp496,8 triliun. Jumlah itu jauh lebih tinggi dibandingkan anggaran 2023 yang sebesar Rp 433 triliun.
Bahkan tetap lebih tinggi jika dibandingkan pada masa pandemi Covid-19, yaitu Rp468,2 triliun (2021) dan Rp460,6 triliun (2022).
Saat sesi tanya-jawab, wartawan bertanya kepada Sri Mulyani soal “kebijakan populis” yang akan digelontorkan pemerintah di tahun politik 2024.
Sri Mulyani menjawab, semua bisa dicek di APBN 2024 yang telah disahkan menjadi undang-undang.
Pertanyaan tersebut relevan karena pada hari yang sama, hanya dua jam sebelum konferensi pers Sri Mulyani, pasangan Prabowo dan Gibran resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2024.
Prabowo adalah menteri pertahanan. Gibran adalah anak sulung Jokowi yang menjabat wali kota Surakarta.
Jejak politisasi bansos
- Pada 6 November 2023, nama-nama tim kampanye nasional Prabowo-Gibran diumumkan. Ada dua menteri dan dua wakil menteri aktif di sana. Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto; Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan; Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Afriansyah Noor; dan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang, Raja Juli Antoni.
- Pada 21 November 2023, Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 53/2023 yang membuat Prabowo dan Gibran tak perlu mundur dari jabatan masing-masing sebagai menteri dan wali kota meski telah masuk bursa Pilpres 2024.
- Pada 22 November 2023, saat menyalurkan bantuan beras di Biak Numfor, Papua, Presiden Jokowi mengumumkan akan memperpanjang kembali periode bantuan tersebut dari Desember 2023 hingga Maret 2024 untuk “menjaga stabilitas harga”.
- Pada 15 Desember 2023, saat menyalurkan bantuan beras di Pekalongan, Jawa Tengah, kepala negara mengumumkan akan menaikkan jumlah keluarga penerima bantuan beras di 2024 dari 21,3 juta menjadi 22 juta.
- Gencarnya penyaluran bantuan beras dan BLT El Nino inilah yang lantas digaungkan Zulkifli, yang juga menjabat ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN), saat berkampanye di Kendal, Jawa Tengah, pada 26 Desember 2023.
“Yang kasih bansos sama BLT siapa?” tanya Zulkifli kepada para peserta acara, seperti terlihat di video yang banyak beredar di media sosial dan televisi nasional. Audiens lantas membalas, “Pak Jokowi!”
“Pak Jokowi itu PAN. PAN itu Pak Jokowi,” kata Zulkifli. “Makanya kita dukung Gibran. Cocok?”
- Pada 9 Januari 2024, saat sidang kabinet di Istana Negara, Jokowi mengumumkan kembali perluasan program bansosnya. Kali ini, bantuan beras dan BLT El Nino sama-sama diperpanjang penyalurannya hingga Juni 2024.
- Selewat enam hari, pada 15 Januari 2024, giliran Airlangga yang menggunakan “kartu bansos” saat menemui keluarga penerima bantuan beras di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
“Bapak Presiden dalam sidang kabinet kemarin meminta agar BLT El Nino untuk dilanjutkan sampai bulan Juni,” kata Airlangga, yang juga ketua umum Partai Golkar.
“Terima kasih nggak, Bu, sama Bapak Presiden? Terima kasih? Jadi tolong ibu bicara, ‘Terima kasih, Pak Jokowi.’ Tolong direkam. Bisa?”
Padahal, alasan penyaluran bantuan beras dan BLT untuk mengantisipasi dampak El Nino sudah tak relevan saat ini, kata Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Apalagi, katanya, musim hujan telah dimulai sejak November lalu.
“Sekarang sudah mulai masa tanam padi juga dan, sebentar lagi, bulan Maret itu sudah mulai panennya,” kata Dwi.
- Seakan mengantisipasi pertanyaan semacam ini, pemerintah mengumumkan skema BLT baru pada Senin, 29 Januari 2024.
Pertama, namanya berubah dari BLT El Nino menjadi BLT Mitigasi Risiko Pangan, kata Airlangga saat konferensi pers.
Lalu, bantuan untuk jatah tiga bulan sebesar Rp600.000 akan langsung disalurkan seluruhnya di Februari, di bulan pelaksanaan pemilu.
“Memang ada indikasi tingkat politisasi bansos yang semakin masif di 2024, walaupun diklaim itu bukan politisasi bansos, tetapi program yang memang sudah dianggarkan dan berjalan,” kata Titi Anggraini, dosen hukum pemilu Universitas Indonesia.
“Keterlibatan pejabat publik berlatar belakang politik itu dalam penalaran yang wajar memang punya intensi untuk mendapatkan insentif atau berkah elektoral.”
Apa masalahnya?
Menurut Titi Anggraini, Presiden Jokowi dan para menterinya seharusnya bisa memisahkan kerja-kerja pelayanan publik dengan kampanye. Cara paling mudah, menurutnya, adalah dengan mengambil cuti.
Dengan mengambil cuti, para pejabat publik bisa meminimalkan penyalahgunaan fasilitas jabatan dan sumber daya negara, tegas Titi.
“Problemnya adalah mereka tidak melakukan cuti, lalu melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya unjuk publik, kegiatan-kegiatan dengan pelibatan massa besar dalam kapasitas mereka sebagai pejabat publik dengan menggunakan sumber daya negara,” jelas Titi.
Akhirnya, publik pun curiga ada kecurangan politik yang berpotensi merugikan pasangan calon tertentu, kata Aisah Putri Budiatri, peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Angga Putra Fidrian, juru bicara tim pemenangan pasangan capres Anies Baswedan dan cawapres Muhaimin Iskandar, mengatakan bansos semestinya diberikan atas nama rakyat, bukan pihak tertentu.
Ia bilang, sebenarnya aturan mainnya sudah jelas: presiden boleh berkampanye, tapi harus cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara.
“Program bansos itu kan fasilitas negara. Jadi ya harusnya KPU dan Bawaslu sebagai wasit itu tegas terhadap aturan yang mereka buat sendiri,” kata Angga.
Di sisi lain, Viva Yoga Mauladi, juru bicara tim kampanye Prabowo-Gibran, mengatakan program bansos telah lama diagendakan dan tidak berhubungan dengan Pilpres.
Tuduhan terkait politisasi bansos, menurutnya, hanyalah narasi yang dibangun untuk mendiskreditkan Prabowo-Gibran.
“Justru kami ingin agar bansos tidak dipolitisasi,” cetus Viva.
“Bansos ini hak rakyat, milik rakyat, dari pajak rakyat. Sudah, disebar aja seluruhnya sesuai dengan mekanisme yang ada di APBN.”
Apakah politisasi bansos efektif mendongkrak elektabilitas?
Sulit untuk mengukur dampak politisasi bansos di lapangan, kata Aisah Putri Budiatri, peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Namun, kata Aisah, praktik semacam ini tetap berpotensi memengaruhi pilihan publik, terutama para pemilih bimbang atau undecided voters yang jumlahnya relatif besar.
Survei Litbang Kompas pada Desember 2023 menunjukkan, 28,7% responden masih belum menentukan pilihannya untuk pemilihan presiden mendatang.
Sebanyak 40,3% dari seluruh pemilih bimbang itu berasal dari kelas menengah bawah, sementara 40% dari kelas bawah. Sisanya dari kelas menengah atas dan atas.
“Politisasi bansos ini kan perilaku politik yang tidak baru,” kata Aisah.
“Ketika itu terus direplikasi, artinya dia sebelumnya punya efek dalam memengaruhi perolehan suara atau masuknya dukungan baru dalam pemilu.”
Apalagi belakangan Jokowi rajin menyalurkan bansos di berbagai daerah di Jawa Tengah, termasuk menyerahkan bantuan Program Indonesia Pintar di Blora dan bantuan Rp8 juta per hektare untuk petani gagal panen di Grobogan di Januari.
Menurut survei Centre for Strategic and International Studies pada Desember 2023, elektabilitas pasangan capres Ganjar Pranowo dan cawapres Mahfud MD menyentuh 43,5% di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Sementara itu, elektabilitas Prabowo dan Gibran di sana tercatat hanya 36,5%.
“Ada tendensi untuk ‘menghapus’ jejak Ganjar di Jawa Tengah, dan kita tahu ada irisan antara pemilih PDI-P, pemilih Jokowi, dan pemilih Ganjar,” kata Aisah.
“Karena ada gagasan tentang pemilu satu putaran, ini menggencarkan semua elemen untuk kemudian bekerja supaya benar-benar bisa terlaksana gagasan itu.”
Juru bicara tim pemenangan Ganjar-Mahfud, Chico Hakim, mengatakan pihaknya “tidak terlalu ambil pusing” dengan langkah Jokowi.
“Kami tidak punya keraguan sedikit pun terkait dominasi ‘banteng’ di Jawa Tengah,” kata Chico, sembari menambahkan bahwa timnya mendukung program bansos pemerintah yang memang merupakan hak rakyat.
“Kami hanya berharap tidak ada politisasi.”
Bagaimana sikap Bawaslu?
Bawaslu telah mengimbau langsung Presiden Jokowi agar tetap berada di koridor yang semestinya, kata Totok Hariyono, anggota Bawaslu.
“Walaupun secara spesifik tidak menyebutkan bansos, tapi Bawaslu sudah memberikan imbauan kepada presiden, juga termasuk pejabat negara, agar tidak melakukan tindakan yang melanggar larangan kampanye atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu,” kata Totok pada BBC News Indonesia, Senin (29/1).
“Sebagai negarawan, tentu [presiden] sudah sangat memahami tentang etika bernegara.”
Menurut Egi Primayogha, koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, seharusnya Bawaslu bisa lebih keras menyikapi politisasi bansos atau, setidaknya, memaksimalkan peran Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Sentra Gakkumdu, yang berisikan anggota Bawaslu, kejaksaan, dan kepolisian, bertugas mengidentifikasi unsur-unsur tindak pidana pemilu dan bukti-bukti yang harus dikumpulkan.
“Kalau Bawaslu sebagai tumpuan tidak punya nyali, kecurangan pemilu melalui politisasi bansos akan semakin meluas,” kata Egi.
Titi Anggraini juga menilai Bawaslu tidak tegas. Apalagi, Bawaslu sebagai pengawas punya tanggung jawab untuk memastikan berjalannya pemilu yang jujur dan adil bagi semua kontestan yang terlibat, katanya.
Setidaknya, menurut Titi, Bawaslu bisa melakukan diseminasi masif kepada publik soal pelarangan politisasi bansos atau bahwa bantuan yang disalurkan adalah hak rakyat yang tidak ada urusannya dengan partai politik atau paslon tertentu.
“Bawaslu itu memiliki wewenang untuk melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran pemilu,” kata Titi.
“Pengawasan dan penegakan hukum itu harus hadir.”