Pada Selasa (23/01), Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan Megawati menolak permintaan dari sejumlah kader yang menjabat sebagai menteri untuk mengundurkan diri dari Kabinet Indonesia Maju.
“Ada menteri dari kader PDI-P meminta arahan ke ibu Mega terkait situasi [politik], tetapi ibu tetap memberikan garis kebijakan bahwa kepentingan rakyat, bangsa, dan negara harus diutamakan,” kata Hasto kepada awak media, seperti dikutip oleh Kompas.com.
“Meskipun ada yang pernah mengatakan kami sudah siap angkat koper, tapi buat ibu [Megawati] stabilitas pemerintahan itu sangat penting,” ungkapnya.
Selain itu, ia juga mengatakan ada potensi “pihak-pihak ketiga yang memanfaatkan keguncangan politik itu”.
“Itu nanti ada beberapa resultante politik, kami mencermati hari-hari ke depan.
“Ketika situasionalnya memburuk ya tentu saja Prof Mahfud bisa bersama Pak Ganjar dalam momentum yang tepat bisa mengambil suatu keputusan yang tegas,” kata Hasto.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan dirinya hendak mundur dari jabatannya di Kabinet Indonesia Maju.
“Saya berencana mengundurkan diri itu sebenarnya sudah lama ketika akan mulai debat pertama,” ujar Mahfud dalam acara “Tabrak Prof!” di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (23/1) malam, seperti diberitakan Kompas.com.
Mahfud menyampaikan salah satu alasan yang membuatnya ingin mengundurkan diri adalah agar dapat leluasa membuka data dan menyampaikan kritik kepada pemerintah.
Presiden Jokowi mengatakan bahwa dirinya menghargai keputusan Mahfud untuk mundur dari jabatannya.
“Ya itu hak dan saya sangat menghargai,” ujar Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim, Jakarta, Rabu (24/1).
Apakah keputusan Megawati tidak ingin menteri mundur murni demi kepentingan negara?
Pengamat politik BRIN, Devi Darmawan, menjelaskan bahwa dari pandangan Megawati, jika Mahfud MD keluar dari kabinet Jokowi dikhawatirkan akan timbul “efek bola salju“ yang diikuti mundurnya beberapa menteri dari pemerintahan Jokowi.
Namun, tidak bisa dielakkan juga bahwa Megawati memperhitungkan dampak keputusan itu terhadap masa depan partai berlambang banteng tersebut.
“Menurut saya sah-sah saja karena memang arah dan kebijakan partai politik menjadi domainnya ketua partai dan tentu saya yakin PDIP sudah punya kalkulasi-kalkulasi untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
“Jangka pendek untuk kemenangan elektoral, jangka panjang untuk demokrasi kita terkait keputusan Mahfud MD yang hendak hengkang dari kabinet Jokowi saat ini,“ ungkap Devi kepada BBC News Indonesia pada Kamis (25/01).
Devi memperkirakan Megawati juga memiliki keinginan untuk tetap mempertahankan posisi PDIP di dalam pemerintah, sehingga ia belum memberikan restunya untuk mundur dari kabinet yang sekarang menjabat.
“Jadi ada upaya PDIP untuk tetap melembagakan check and balance terhadap presiden dengan tetap meletakan wakil-wakilnya di situ,“ ungkap Devi.
Sebab, Mahfud sendiri mengawali kariernya sebagai politisi dan menteri yang tidak terikat dengan partai manapun. Sehingga, meski ia menjadi cawapres dalam kubu PDIP, sebetulnya ia tidak bisa dikatakan kader PDIP.
“Itu akan menjadi titik awal kita untuk melihat apakah Mahfud MD patuh atau tidak dengan PDIP,“ sebutnya.
Politisi senior PDIP, Andreas Hugo Pareira, mengatakan anggapan bahwa Megawati belum merestui mundurnya Mahfud MD dari jabatan Menko Polhukam masih sekadar interpretasi.
“Sehingga untuk kepastian, tanya langsung ke Pak Hasto,“ katanya.
BBC New Indonesia telah berusaha menghubungi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, namun hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan masih belum memberikan tanggapan.
Andreas kemudian menegaskan bahwa jika para menteri mundur akan menimbulkan “turbulensi dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah“.
Apakah ada kekhawatiran posisi menteri-menteri PDIP akan diisi oleh kubu Prabowo-Gibran?
Peneliti Indikator Politik Indonesia, Adam Kamil, mengatakan jika menteri-menteri PDIP memutuskan untuk keluar dari pemerintahan Jokowi, maka ada kemungkinan posisi mereka dapat diisi oleh sosok-sosok dari kubu Prabowo-Gibran yang memihak Jokowi.
“Kemungkinan besar tentu saja yang punya pengaruhnya pak presiden. Dan gantinya pasti orang-orang yang pro dengan kebijakannya beliau. Kalau tidak pro ya tidak akan dipakai,” kata Adam.
Namun, ia tidak menilai bahwa PDIP akan dirugikan jikalau kursi-kursi pemerintahan yang kosong akhirnya diisi oleh kader-kader dari kubu Prabowo. Sebab, menurut Adam, basis perolehan suara PDIP masih cukup kuat.
“PDIP itu sudah terlanjur besar partainya karena Jawa Tengah itu kandang banteng. Calon-calonnya juga kebanyakan calon PDIP. Oleh karena itu yang menjangkau pemilih itu kebanyakan orang PDIP, maka suaranya juga masih relatif,” ucapnya.
Meski begitu, ia melihat elektabilitas PDIP kini memiliki kecenderungan menurun “sedikit-sedikit”.
Menurut hasil survei Indikator Politik yang digelar pada 10 sampai 16 Januari 2024, elektabilitas PDIP berada pada angka 20,3%, unggul dari Partai Gerindra yang di urutan kedua dengan elektabilitas 16,4%.
Sementara, pengamat politik BRIN Devi Darmawan mengatakan bahwa PDIP tidak terlalu khawatir akan ada sosok lain yang menggantikan posisi Mahfud MD demi memperbesar dukungan bagi kabinet Jokowi. Sebab, sisa periode pemerintahannya terlalu singkat untuk membawa dampak signifikan.
Namun jika Mahfud mengundurkan diri dari jabatannya sedangkan Prabowo tetap menjabat sebagai Menteri Pertahanan, hal tersebut berpotensi mendongkrak elektabilitas paslon 03 dan menurunkan elektabilitas paslon 02.
“Sehingga ini bisa berimbas baik kepada citra dirinya tapi juga bisa menjadi negatif bagi paslon 02 karena tidak memiliki hal yang dimiliki Mahfud. Tidak memiliki penghargaan terhadap etika dan hukum yang ditampilkan oleh Mahfud MD.
Karena kita tahu agak tidak mungkin kalau paslon 02 keluar dari kabinet,” kata Devi.
Direktur juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Viva Yoga Mauladi, menolak untuk menanggapi pernyataan Hasto tentang Megawati. Namun, ia mempertanyakan motif Mahfud MD dalam keputusannya untuk mundur sebagai menteri.
“Kalau motifnya supaya tidak ada abuse of power. Biar tidak ada penyimpangan kekuasaan. Kenapa tidak dilakukan dari awal pada saat pendaftaran paslon?” kata Viva Yoga kepada BBC News Indonesia.
Ia menilai keputusan Mahfud tidak akan mempengaruhi elektabilitas Prabowo-Gibran secara signifikan karena tenggat waktu yang terlalu dekat dengan tanggal Pilpres 2024.
“Karena mau tetap sebagai Menko Polhukam atau mundur sebagai Menko Polhukam tidak ada kaitannya dengan pasangan calon Prabowo Gibran,” tegas Viva Yoga.
Politisi PDIP Andreas Hugo mengatakan bahwa dugaan Megawati khawatir bahwa posisi Mahfud akan digantikan oleh seseorang dari kubu Prabowo-Gibran merupakan “dugaan yang tidak beralasan”.
“Mana pernah Bu Mega takut? Soeharto saja dilawan,” ungkap Andreas.