“Saya tidak bisa meninggalkan Ukraina, saya tidak bisa bepergian ke mana pun secara personal karena saya [ingin] tetap tinggal bersama rakyat saya,” kata Presiden Zelensky melalui sambungan daring dalam acara virtual yang diadakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FCPI), hari Jumat (27/05).
“Mereka membutuhkan dukungan saya, dan saya pun membutuhkan dukungan mereka di sini,” kata Zelensky.
Pemimpin Ukraina ini melanjutkan bahwa ia akan dengan senang hati hadir pada pertemuan puncak G20 jika perang telah usai.
Namun jika perang masih terus berlanjut maka ia akan hadir secara virtual, jika diizinkan oleh presidensi G20.
Sebelumnya, pada akhir April Presiden Joko Widodo memastikan mengundang Presiden Zelensky ke pertemuan puncak G20 dalam konteks peran kelompok itu dalam pemulihan ekonomi dunia, yang terganggu perang di Ukraina dan pandemi Covid.
Jokowi mengatakan selain melakukan pembicaraan dengan Zelensky, ia juga berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Langkah Indonesia mengundang Ukraina ini, dinilai sebagai langkah “kompromi” dan “kecerdikan” Indonesia agar semua anggota G20 menghadiri acara itu, kata seorang anggota DPR.
Dalam pembicaraan dengan Zelensky, kata Jokowi, dibahas juga mengenai berbagai permintaan bantuan persenjataan dari Indonesia.
“Saya tegaskan bahwa sesuai dengan amanat konstitusi Indonesia dan prinsip politik luar negeri Indonesia melarang pemberian bantuan persenjataan kepada negara lain. Namun, saya menyampaikan kesiapan Indonesia untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Saya sampaikan mengenai harapan agar perang dapat segera dihentikan dan solusi damai melalui perundingan dapat dikedepankan,” jelas Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi mengatakan G20 memiliki peran sebagai katalisator dalam pemulihan ekonomi dunia, yang terpengaruh dua hal besar, pandemi Covid-19 dan perang di Ukraina.
“Dalam konteks inilah maka dalam pembicaraan per telepon kemarin saya mengundang Presiden Zelenskyy untuk hadir dalam KTT G20,” kata Jokowi.
Dalam pembicaraan telepon dengan Putin, Jokowi mengatakan ia menekankan pentingnya perang segera diakhiri.
“Saya juga menekankan agar solusi damai dapat terus dikedepankan dan Indonesia siap berkontribusi untuk upaya damai tersebut. Dalam kesempatan tersebut, Presiden Putin menyampaikan terima kasih atas undangan KTT G20 dan beliau menyatakan akan hadir,” kata Jokowi.
Ia juga menyatakan “Indonesia ingin menyatukan G20, jangan sampai ada perpecahan. Perdamaian dan stabilitas adalah kunci bagi pemulihan dan pembangunan ekonomi dunia.”
‘Kecerdikan‘ Indonesia
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sukamta, mengatakan, jika benar Presiden Joko Widodo telah mengundang Zelensky, itu menunjukkan “kecerdikan Indonesia.”
“Itu bisa dilihat dari sisi perspektif kompromi, tapi boleh jadi itu juga dapat dilihat sebagai kecerdikan Indonesia,” kata Sukamta kepada BBC News Indonesia, Kamis (28/04).
Sementara, seorang pengamat hubungan internasional mengatakan, jika benar Indonesia mengundang Zelensky, hal itu tidak terlepas dari “tekanan negara-negara Barat” yang kemudian tidak bisa diabaikan oleh Indonesia.
Pertemuan puncak pemimpin G20 akan digelar di Bali pada 15 dan 16 November 2022, adapun pertemuan antar menteri sudah mulai pada akhir Oktober 2022.
Dia menyebut langkah Indonesia tersebut sebagai kompromi, karena hal itu bagian dari negosiasi setelah ada ancaman boikot negara-negara Barat, menyusul keputusan Jakarta untuk mengundang Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Di sinilah kemudian Indonesia disebutkan mengundang Zelensky ke pertemuan puncak KTT G20. “Negosiasi itu biasa saja terjadi.”
“Di situ, kalau Indonesia memanfaatkan kehadiran [Zelensky] itu untuk penghentian konflik dan penyelesaiannya, itu kecerdikan yang luar biasa,” jelasnya.
Apa isi pernyataan Zelensky dan Jokowi?
Pada Rabu (27/04) malam, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berterima kasih kepada Presiden Jokowi atas dukungan untuk integritas kedaulatan serta undangan menghadiri pertemuan puncak G20.
Dalam cuitannya, Zelensky menulis, “Telah mengadakan pembicaraan dengan Presiden Jokowi dan mengucapkan terima kasih kepadanya atas dukungan integritas kedaulatan dan teritorial, khususnya dengan posisi yang jelas di PBB.”
Presiden Joko Widodo, dalam cuitannya pada Kamis (28/04) pagi, memastikan telah melakukan pembicaraan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Jokowi membicarakan dukungan Indonesia terhadap negosiasi damai untuk mengakhiri konflik di Ukraina dan siap memberi bantuan kemanusiaan.
“Kemarin saya berbicara dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.
“Saya menegaskan kembali soal dukungan Indonesia atas upaya apapun bagi perundingan damai agar berhasil dan siap memberikan bantuan kemanusiaan,” kata Jokowi.
Namun, dalam cuitan itu, Jokowi tidak menyinggung soal undangan untuk Ukraina ke pertemuan puncak G20, seperti yang disebut Zelensky dalam cuitannya.
‘Jalan tengah’ setelah ada ‘tekanan’ negara-negara Barat
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Pelita Harapan, Tangerang, Profesor Aleksius Jemadu mengatakan, jika benar Indonesia mengundang Zelensky ke acara puncak G20, itu merupakan “bagian dari upaya kompromi yang sedang berjalan”.
“Indonesia harus mengakomodasi apa yang diminta oleh Amerika Serikat dalam menghadirkan Ukraina atau Zelensky di KTT G20,” kata Aleksius kepada BBC News Indonesia, Kamis (28/04).
Dia menyebut langkah kompromi Indonesia ini sebagai upaya mencari “jalan tengah” agar KTT dapat terus berjalan, dengan mengundang semua anggota G20 dan dua pihak yang berkonflik.
“Jalan tengah untuk menempatkan Indonesia sebagai pihak yang dapat diterima oleh semua pihak. Karena dengan itu, Indonesia bisa meneruskan agenda yang terus berjalan saat ini menuju ke KTT.
“Jadi penting sekali bagi Indonesia untuk menjangkau ke semua pihak, termasuk pihak Barat yang mengancam akan memboikot [kalau Rusia datang] KTT,” paparnya.
Aleksius juga tidak memungkiri bahwa pembicaraan Jokowi dan Zelensky tidak terlepas dari “tekanan negara-negara Barat” yang kemudian tidak bisa diabaikan oleh Indonesia.
Indonesia, menurutnya, menyadari bahwa untuk menggolkan tujuan pertemuan G20, partisipasi negara-negara Barat itu “siginifikan”.
“Bertolak dari kesadaran bahwa partisipasi dunia Barat adalah signifikan dan sulit diabaikan kalau kita ingin agenda [KTT G20) berjalan sebagaimana diharapkan,” jelas Aleksius.
Langkah ‘kompromi’ dan ‘kecerdikan’ Indonesia
Lebih lanjut, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Sukamta mengatakan, langkah kompromi Indonesia itu, merupakan “wajar saja”.
“Hal seperti itu wajar saja, karena ini bagian dari penyelesaian konflik, negosiasi itu biasa saja,” ujar Sukamta, Kamis (28/04).
Kompromi itu harus dilakukan Indonesia setelah AS menyatakan tidak akan menghadiri pertemuan puncak KTT G20 jika Presiden Rusia Vlamir Putin diundang dan menghadirinya.
Namun dalam perkembangannya, menurutnya, AS menurunkan tuntutannya “boleh saja dia [Putin] diundang, kalau Ukraina juga diundang.”
Di sinilah, kemudian terjadi komunikasi antara Presiden Ukraina Zelensky dan Jokowi, yang antara lain disebutkan bahwa Indonesia mengundangnya untuk menghadiri acara puncak KTT G20 di Bali.
“Saya kira itu bagian negosiasi yang biasa terjadi dalam dinamika hubungan multinasional
Sukamta tidak memungkiri hal itu sebagai bentuk kompromi. Namun di sisi lain, hal ini disebutnya sebagai “kecerdikan” Indonesia.
“Di situ, kalau Indonesia memanfaatkan kehadiran itu untuk penghentian konflik dan penyelesaiannya, itu kecerdikan yang luar biasa,” kata Sukamta.